Wednesday, July 22, 2009

12. MIDNIGHT PERTAMA DI BAWAH ATAP YANG SAMA

Malam itu akhirnya semakin larut. Teman temanku yang sengaja menjengukku di malam inipun sudah pada pulang. Preman preman sekitar rumahku masih nampak asyik mengupas nangka yang sengaja dipersiapkan untuk tambahan gulai buat tamu tamu yang akan berdatangan besok pagi. Entah mereka mengerjakannya dalam keadaan mabuk dengan minuman keras. Saya ragu juga, sebab tadi sekitar jam 9, seorang dari mereka datang meminta uang untuk membeli minuman keras padaku. Tapi saya tidak memberinya. Walaupun begitu, mereka nampak tetap rajin mengerjakan tugas mereka. Mereka nampak ramai bekerja di bawah tenda tempat memasak nasi itu, sambil mendengarkan lagu lagu dari tape recorder yang sengaja disediakan untuk mereka sebagai hiburan malam ini. Mereka selaku preman Jabana (Jahannam Bandit Naingol) memang lebih suka mendengarkan nyanyian disco yang sedang mengalun dari pada suara dikir yang juga terus dimainkan di ruang tamu rumah ayahku. Semua yang hadir di rumahku melakukan apa yang disukainya. Ketika kulihat LEN istriku, ia sudah nampak tidur pulas dengan teman temannya. Dan ketika kulihat ibuku, dia masih asyik ngobrol dengan tamu yang sengaja bermalam karena wedding party kami. Mereka masih nampak tertawa riang di midnight ini. Sementara ayahku masih nampak duduk tegar di tengah tengah pemain dikir undangannya. Ketika kulihat ayahku masih asyik menonton alunan dikir itu, sayapun jadi ikut duduk di sekitarnya beberapa saat lamanya. Kemudian sayapun pergi ke kamar yang biasa kutempati untuk tempat tidur sebelum aku menikah. Ini terakhir kalinya saya tidur di kamar ini. Kutatap artist artis top dunia yang banyak menempel di dinding kamarku, seperti Michael Jackson, Mike Jagger, Michael Bolton, Duran Duran, Tony Braxton, dan juga artist top lainnya. Lama asyik memandangi bintang idolaku itu, matakupun akhirnya terpejam di tidur malamku. Sementara istriku sudah tertidur pulas sejak tadi dikawal oleh gadis gadis dari kampung neneknya. Beginilah suasana malam pesta kami. Kedengaran bìasa saja. Tapi bagiku dan istrikucerita ini amat berharga.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

No comments:

Post a Comment