Friday, July 24, 2009

STORI OF MY WEDDING PARTY

Selamat datang di blog saya.
Halaman ini saya cipta hanya karena hobby menulis yang berlebihan. Walaupun saya bukan penulis yang cukup handal. Blog ini saya khususkan untuk menulis kisah saya dan istri ketika berada dalam fase perkawinan. Kutulis sekitar 15 tahun setelah perkawinan kami berlangsung. Kucipta semua ini hanyalah sebagai kenang kenangan buatku dan istri saya tercinta, dan juga buat teman teman yang berminat untuk mengetahui lebih jauh. Semoga halaman ini berguna untuk teman teman pembaca.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

DAFTAR BACAAN

1. Malam ini LEN resmi jadi istriku.
2. Wedding party.
3. Budaya keluarga istriku.
4. Pakaian dalam perkawinan kami.
5. Penyerahan.
6. Seandainya aku tahu.
7. Sampai jumpa lagi.
8. Tugu kebersamaan.
9. Sambutan hangat saudaraku.
10. Di rumah ayahku.
11. Mie jomput.
12. Midnight pertama di bawah atap yang sama.
13. Busana pengantin budaya ayahku.
14. Pemberian gelar.
15. Bersanding di pelaminan.
16. Gambar apengantin.
17. Pengantin baru.
18. Menyanyikan lagu IWAN FALS.
19. Tembang When I need you.
20. Di penghujung pesta.
21. Selamat datang hari esok.


Oleh penulis buku 40 HARI DI TANAH SUCI.

21. SELAMAT DATANG HARI ESOK

Pada malam harinya, kami sudah lelah sekali. Tentu saja sangat melelahkan sekali. Memang peralatan pesta di luar rumah sudah dibereskan family dan tetangga. Tapi yang di dalam rumah, tentu kami semualah yang akan merapikannya kembali. Bekas gelas yang sudah dipakai disimpan lagi ke tempatnya, piring juga begitu. Demikian juga peralatan yang lainnya.
Malam ini, semua kado dan hadiah pernikahan juga sudah mulai kami buka satu persatu. Ada kado dengan isi yang bernilai mahal, ada yang biasa biasa. Saya tidak memandang mana yang mahal dan yang murah. Saya sudah salut pada semua tamu dan tetangga yang sudah berbaik hati. Saya hanya memandang keikhlasan semua. Saya menerima semua ini dengan rasa gembira dan rasa bangga. Tak tahu lagi bagaimana membalaskan budi baik semua ini. Ayahku, ibuku, kakakku, abngku, temanku, dan juga semua family dan tetangga kami yang telah mendapat kelelahan yang sangat demi wedding party kami. Hanya doa dan terima kasih yang bisa kubalaskan pada mereka.
Usai melakukan semua ini, mulailah aku dan Len menikmati malam dan siang kami sebagai suami istri. Mulailah kami menghadapi kehidupan ini pada hari hari berikutnya. Lembaran baru untuk hidup bersama telah kami mulai. Saya hanya bisa ucapkan SELAMAT DATANG HARI ESOK.
Oleh penulis buku 40 HARI DI TANAH SUCI.

20. DI PENGHUJUNG PESTA

Seusai pesta, kami masih diajak lagi untuk berphoto di pelaminan di ruang tamu dengan pakaian selayar. Ketika sedang asyik berphoto di ujung pesta kami, tiba tiba temanku Ilham datang. Ia masih sempat mau bergabung untuk berphoto, tapi salah satu dari anggota keluargaku melarangnya untuk ikut. Jadinya ia mundur dan tak mengusulkan untuk berphoto lagi. Mulanya saya kasihan melihat dia tidak diperkenankan untuk berphoto, tapi mengingat dia salah seorang sahabat akrabku tapi baru di ujung pestalah ia baru menampakkan hidungnya, jadinya saya tak begitu menyukainya pada akhirnya. Dia sungguh tak seperti temanku yang lain. Saling bantu membantu dalam suka dan duka. Seperti Marwan, Bahri, Basyid. Semua temanku ikv membantu terlaksanana pesta kami. Entah kenapa Ilham jadi begini saat saya dalam pesta perkawinanku.
Waktu terus berlalu. Tamu tamu pestapun sudah mulai pulang satu persatu. Hingga tak ada lagi yang tersisa kecuali saudara kandungku sendiri. Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sebanyak banyaknya pada tamu yang telah meringankan langkahnya untuk membantu memeriahkan pesta kami, begitu juga pada semua sahabatku. Semoga bantuan para tamu dan sahabatku akan dicatat Tuhan sebagai perlakuan mereka yang menguntungkan bagi mereka sendiri di hari akhir.
Di awal malam, tiba pulalah bagi kami untuk menikmati makan malam. Ibu dan saudara perempuanku terus mengajari istriku bagaimana melayani suaminya ketika setiap makan. Mulailah istriku dipandu oleh ibuku untuk menjadi istriku, bukan lagi sebagai pacarku. Mulai hari ini, mulailah istriku dipandu ibuku untuk memasak seperti cara memasak keluarga kami. Mulailah diajari bagaimana seharusnya berbuat pada suami dalam segala hal. Karena memang LEN sudah menjadi istriku, sudah menjadi keluarga kami. Mulanya saya kasihan pada istriku karena banyaknya yang mau diajari. Termasuk ketika saya sedang makan, istri harus menemaninya hingga selesai.
Dan banyak lagi yang diajari. Tapi saya meyakinkan diriku, apa yang diajarkan ibuku tentu sesuatu yang lebih baik buatku dan Len. Ibuku pasti menginginkan kami agar terus rukun untuk selamanya. Istriku juga nampak ikhlas menurutinya, sebab iapun hanya dituntun untuk melayani orang yang dicintainya sebaik baiknya.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

19. TEMBANG WHEN I NEED YOU

Setelah selesai berduet dengan istriku, ternyata tamu meminta lagi agar kami menyanyikan lagu yang lain sebagai tambahan. Tapi akhirnya saya yang mengambil alih. Saya yang menjadi wakil kami berdua untuk membawakan tembang penghibur pesta ini karena istri saya nampak tidak suka meneruskan lagi. Saya lalu menanya pemain band apakah mereka bisa mengiringi lagu yang akan saya bawakan. Setelah mereka mengatakan bahwa mereka sanggup, lalu sayapun mulai menyanyikannya. Tapi sayang sekali, tamu dan penonton tak begitu menyukai lagu barat yang saya alunkan. Sayapun menyadari bahwa orang orang di sekitar rumahku belum begitu menyukai lagu barat pada masa itu. Tapi apa boleh buat, memang lagu baratlah kesukaanku pada masa itu. Saya tahu bahwa banyak yang tidak menyukai, itu terbukti dari banyaknya tamu dan penonton yang bertepuk tangan. Tapi sukurlah masih ada yang bertepuk tangan walau separuh dari jumlah yang tadi. Lagu yang saya bawakan itu adalah Lagu barat oleh: Rod Stewart berjudul: When I need you.
Begini lyric lagunya:
When I need you
I just close my eyes and I am with you
And all that I so want to give you
Its only a heart beat away.

When I need love
I hold out my hand and I touch love
I never knew there was so much love
Keeping me warm night and day

Miles and miles of empty space in between us
A telephone cant take the place of your smile
But you know I want be trevelling forever
Its cold out but hold out and do like I do
When I need you

When I need you
I just close my eyes and I am with you
And all that I so want to give you, baby
Its only a heart beat away.

Its not easy when the road is your driver
Honey thats a heavy load that we bear
But you know I want be trevelling a lifetime
Its cold out so hold out and do like I do
When I need you

Setelah saya selesai menyanyikan lagu yang akan menjadi lagu kenangan kami ini, kakakku yang bungsupun masih sempat membawakan dua buah lagu kesukaannya. Kemudian saya dan Lenpun sudah boleh meninggalkan tempat hiburan. Kami meninggalkan tempat itu, sementara music masih terus saja dimainkan.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

18. MENYANYIKAN LAGU IWAN FALS

Di saat asyik asyiknya menonton biduan yang asyik menyanyi, tiba tiba di antara tamu, banyak juga yang meminta agar pengantin dulu yang membawakan lagu. Ketika kudengar seseorang meminta demikian, mulanya saya diam saja. Yakin bahwa dia akan jadi diam karena tak ada yang memperdulikan. Tapi begitu bertambah orang yang mendengarnya, rupanya semakin banyak jadinya yang mengusulkan kami untuk bernyanyi. Saya sebenarnya suka ikut bergabung dengan mereka pemain music itu. tapi para tetamu mengusulkan kami untuk bernyanyi. Semakin kutolak malah semakin banyak yang mengusulkan. Sehingga akhirnya tak terelakkan. Saya dan Len akhirnya berdiri dari kursi pelaminan kami. Micropon kami terima secepatnya. Lagu kami mufakatkan apa yang kira kira sama sama bisa kami nyanyikan. Akhirmya kami menyanyi juga bersama sama di depan tamu kami. Sesuatu yang tidak begitu kesenangi pada hari itu, ternyata menjadi suatu kenangan yang indah yang tak dapat dilupakan. Betapa indah kenangannya ketika kami bernyanyi bersama. Betapa bangga saya bisa bernyanyi bersama dengan orang yang paling kuinginkan untuk menjadi istriku. Saat itu saya dan istri menyanyikan lagu Iwan Fals berjudul Kemesraan.
Begini lyric lagunya.
Suatu hari.
Dikala kita duduk ditepi pantai.
Dan memandang
Ombak di lautan yang kian menepi.
Burung camar
terbang bermain di derunya air.
Suara alam ini, hangatkan jiwa kita.
Sementara
sinar surya perlahan mulai tenggelam.
Suara gitarmu
mengalunkan melody tentang cinta.
Ada hati, membara dan erat bersatu.
Getar seluruh jiwa
tercurah saat itu.
Reff:
kemesraan ini, janganlah cepat berlalu.
Kemesraan ini, ingin ku kenang selalu.
Hatiku damai
jiwaku tentram di sampingmu.
Hatiku damai
jiwaku tentram bersamamu.

Begitu indah suasana itu. Tak kan bisa terlupa sampai akhir dunia. Semoga perkawinan kami akan abadi selama lamanya.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

17. PENGANTIN BARU

Seusai bersanding di pelaminan, kami masih diphoto beberapa kali di luar rumah, kemudian disuruh berangkat ke lantai atas rumah ayahku. Kami diphoto lagi beberapa kali di atas ranjang baru kami. Dengan posisi berdiri, duduk, ya tergantung mana yang nampak cantik menurut photografer yang telah disewa untuk memphoto di pesta pernikahan kami. Kami disuruh lagi mengganti pakaian budaya ayahku dengan pakaian selayar. Saya dengan baju jas dan celana biru. Sementara istriku dengan pakaian selayar warna putih yang amat mengembang pada bagian bawahnya. Sampai sampai bila berjalan, istri saya harus memegang pakaiannya agar tidak terinjaknya. Setelah di make up, kami diphoto lagi dengan pakaian selayar yang baru saja kami kenakan. Sesudahnya kami pergi menuju lantai bawah. Disana kami terus diarahkan untuk menuju pavilyun rumah. Disana kami lagi lagi disandingkan. Tapi bukan lagi dengan pakaian adat. Tapi kami sudah sedang memakai pakaian selayar. Di pavilyur rumah ini kami menikmati iringan music yang memeriahkan pesta kami. Lagunya tentunya lagu lagu yang sedang top pada masa itu. Kakakku yang bungsu sempat juga membawakan sebuah lagu dengan irama jazz. Memang begitulah lagu kesukaan kakakku. Dia asyik menyanyi dan menari di depan pemain guitar dan pemain drum yang lagi asyiknya mengiringi lagu yang dibawakan kakakku. Sementara aku dan LEN duduk saja bersanding menyaksikan lagu lagu yang sedang mengalun. Kami yang masih berusia muda pada saat itu memang sangat suka music. Sementara ibu dan ayahku yang tidak menyukai iringan music ini, lebih memilih bertahan saja di dalam rumah karena merasa tak menyukai music ini. Sementara saya pada masa itu bersedia menjadi pemain drumnya kalau diizinkan. Tapi saya tak memintanya karena saya dìhadirkan disini hanya untuk disandingkan dengan istri sebagai pengantin baru, bukan pemain music.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

Thursday, July 23, 2009

16. GAMBAR PENGANTIN

Di saat persandingan belum selesai, gadis gadis sekitar rumah ayahku masih saja terus menyanyikan lagu lagu cinta untuk kami. Saya membiarkan saja waktu berlalu. Tak kudesak agar persandingan dipersingkat waktunya ataupun diperpanjang. Bahkan karena lamanya persandingan itu, pengawal pengantin pria dan pengawal pengantin wanita sudah lebih dahulu bubar. Kebetulan pengawal kami dalam persandingan ini adalah Imam dan Ika. Imam adalah anak kakakku yang bungsu sedangkan Ika adalah putri kakakku yang sulung. Mereka juga telah turut serta dalam persandingan kami tadi. Sekarang mereka juga sudah menanggalkan baju merahnya budaya ayahku. Kini hanya aku dan Len yang masih terus disandingkan.
Lalu setelah jarum jam sudah menunjukkan pulul 1.30, kami sudah berhenti disandingkan. Saya dan Len dibawa ke ruangan muda mudi. Diperkenalkan dengan mereka dan di ruangan itulah kami menikmati makan siang bersama naulibulung atau para gadis sekitar rumah ayahku.
Seusai makan, kami disuruh lagi untuk besanding buat melaksanakan upa upa. Kami diupa upa dengan kepala kambing jantan yang telah dibakar. Nasi berwarna kuning beserta kepala kambing yang dibakar, itulah yang diangkat ke atas kepala kami. Dengan menyebut 'upa... Upa upa... Upa...' petugas adat itu mengangkat dan mengelilingkan kepala kambing itu di atas kepalaku dan istriku. Beginilah suasananya di sore itu.
Sehabis melakukan acara upa upa, kami segera diphoto di pelaminan. Sangat sering diphoto. Kadang kami diphoto berduaan. Kadang bersama ayah, ibu, semua saudara lainnya. Ya, hampir sama seperti ketika berada di kampung mertuaku. Kami terus diphoto dengan semua kerabat dekat kami. Silih berganti berdatangan datang ke samping kami. Demikianlah kira kira gambaran pesta kami di sore hari ini. Semuanya akhirnya selesai diphoto dengan busana pengantin itu. Di saat inilah pengambilan gambar perkawinan kami yang ada terpajang di dinding rumah mertuaku.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

15. BERSANDING DI PELAMINAN

Setelah saya dan istri sudah selesai berdandan, sementara ruang tamupun sudah mulai dipenuhi tetamu undangan pesta, kamipun sudah diminta untuk keluar kamar untuk disandingkan. Dua sejoli yang kemarin di sandingkan di kampung mertuaku, kini disandingkan lagi di rumah ayahku dengan busana budaya yang berbeda. Kami keluar dari kamar ibu. Aku yang berada di bagian depan. Istriku berjalan mengikutiku dengan perhiasan yang amat lebar di kepalanya. Saya kasihan melihat betapa beratnya mahkota perhiasan yang diikatkan ke kepalanya. Tapi aku terus teringat betapa ia mengharapkan untuk hidup bersama denganku. Jadi setelah kuingat tentang pengharapan itu, saya yakin sendiri bahwa ia akan sangat bangga bersanding denganku. Ia juga tak akan perduli dengan berat dan juga mahkota budaya lain yang ia pakai. Ia sudah tidak memperdulikan budaya demi aku. Jadi aku yakin ia akan bahagia bila berada di sampingku.
ketika kami akan melintas dari banyak tetamu untuk menuju pelaminan, saya sempat melihat ibu saya dan saudara saudaranya sedang tersenyum melihat kami. Betapa bangganya ia melihat keadaan kami. Saya yakin ia merasa bangga sekali karena ia tahu bahwa aku sangat mencintai istriku, dan istriku juga sangat mencintaiku. Tantangan berat dan lautan perpisahan telah datang ingin menghancurkan ikatan cinta kami, tapi semua akhirnya dapat kami lalui. Kini aku dan LEN sedang berjalan bersama menuju pelaminan yang sudah tersedia di ruang tamu. Mungkin itu yang membuat ibuku bangga.
Kami terus saja melangkah hingga sampai ke pelaminan. Saya disuruh untuk duduk di sebelah kanan dan istriku dari sebelah kiri. Di sepasang kursi pelaminan ini pulalah kami menjadi raja sehari. Music pilihan mulai dimainkan. Tamu tamu mulai berdatangan. Ada yang langsung berjabatan padaku dan istriku dan ada juga yang hanya sampai ke ibuku. Pesta berjalan begitu meriah.
Ada yang mengatakan agar persandingan dihentikan saja sebab Len mungkin sudah capek menanggung berat mahkota di kepalanya. Tapi ada juga yang kelihatan agar persandingan diteruskan dulu sebab ia belum bosan memandangi meriahnya pasangan pengantin yang ia lihat.
Saya bahkan bertanya pada istriku apakah ia sudah capek, apakah mahkotanya terlalu berat. Tapi istri mengatakan bahwa ia belum begitu capek. Karena itu sayapun tidak keberatan kalau kami ditahan lebih lama di pelaminan pesta kami.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

14. PEMBERIAN GELAR

Setelah saya selesai memakai busana pengantin berwarma merah, lalu penata rias terus memakaikan lipstik ke bibirku. Waduh, ini yang pertama sekali saya memakai lipstik. Kalau bukan karena pesta pernikahan, saya tidak akan mau memakainya. Tapi karena ini pesta, karena ini sebuah permintaan, akhirnya saya memakainya. Setelah lipstik merah menempel di bibirku, sayapun dipanggil ayah untuk keluar dari kamar ibu. Saya memandang LEN masih sedang dihias. Ketika sampai di ruang tamu, rupanya saya dipanggil untuk mengkhatamkan Al Qur'an. Saya akan dicoba apakah bisa membaca tulis Arab. Kebetulan tempat mengajinya di rumah temanku Medysept 91, yang orang tuanya masih ada hubungam family dengan ibuku. Saya disuruh mengaji oleh seorang ustad. Lalu karena dinilai lolos dalam membaca kitab amma, akhirnya saya dianggap telah selesai mengkhatamkan Al Qur'an. Dan karena kelulusan ini saya diberi nama atau gelar Lobe Muhammad Amin. Dimana Muhammad Amin ini diambil dari nama nenekku. Atau ayah dari ayahku yang telah duluan pulang ke Tuhan sebelum saya dilahirkan. Seusai mengkhatamkan ayat Tuhan di rumah temanku, saya dan yang ada di ruangan itu terus menikmati makanan pagi setelah hidangan disuguhkan. Saat tiba di rumah setelah selesai dengan acara di rumah Medysept 91, ayah dan ibuku menjabat tanganku saat mengetahui bahwa aku sudah dikhatamkan. Berbeda dengan kedatanganku semalam saat pulang dari rumah istriku LEN. Semalam kedua saudara perempuanku menjabat tanganku karena saat saya pergi saya belum punya istri. Tapi saat saya kembali, saya dan LEN sudah saling memiliki. Itu makanya saudara perempuanku sangat terharu menyambut kedatanganku semalam dan langsung menjabat tanganku.
Setelah selesai berjabatan tangan dengan ayah dan ibu, saya kembali masuk ke ruang tata rias. Rupanya istriku juga sudah selesai makan. Dan sekarang sedang mengoleskan lipstik kembali bibirnya.
Saat memandangnya begini, saya benar benar memikirkan bahwa dia begitu cantik. Sungguh berbaik hatilah Tuhan telah memberi istri secantik dia untuk menemaniku dalam suka duka hidup ini.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

13. BUSANA PENGANTIN BUDAYA AYAHKU

Setelah bangun pada keesokan harinya, tibalah kembali saatnya aku dan LEN untuk memakai pakaian adat perkawinan. Kali ini kami memakai pakaian dari budaya ayahku. Memang dalam perkawinan kami tak ada patokan adat budaya yang tetap dan tepat. Disatu sisi ayahku menjalankan adat dan budayanya. Disatu sisi ibukupun menjalankan adat dan budayanya yang berbeda dengan ayahku. Yah begitulah adanya. Memang dulupun perkawinan kedua orang tuaku juga merupakan perkawinan lintas budaya. Tapi perkawinan mereka tetap abadi selama lamanya. Jadi mungkin itu yang menyebabkan perkawinan kami dibuat dengan budaya campuran begini.
Di saat memakai pakaian adat ini, saya dihias oleh tata rias yang sesuku dengan ayahku. Aku dan istriku dihias di kamar ayah dan ibuku. Malu nampaknya istriku kalau harus berhias dan ganti pakaian di kamar ibuku. Apalagi di depan family family kami yang sempat mendapat izin untuk masuk ke kamar orang tuaku. Tapi ia mesti menjalaninya walau merasa malu. ia tak bisa menolak untuk menganti pakaian di depan family saya yang memang semuanya berjenis kelamin perempuan. Aku sempat mendengar keluhannya. Tapi tetap saja ia harus mengubah sikapnya di hari ini menjadi leb4 akrab dengan yang agagk berbeda dengannya. Mulanya aku merasa kasihan, tapi karena aku mencintainya, aku akhirnya berpendapat bahwa itu sesuatu yang wajar. Meski tak wajar pada kebiasaan istriku. Semua akhirnya berlalu. Saya akhirnya telah memakai baju pengantin merah bercampur keemasan. Topi yang kupakai berwarna emas. Serupa benar semuanya dengan baju Datuk Maringgih ketika mengawini Siti Nurbaya dalam film percintaan kasih tak sampai, Siti Nurbaya. Tapi aku tak serupa Datuk Maringgih. Dia berbudaya Minang tulen, sememtara aku sendiri sudah berdarah campuran.
istrikupun akhirnya berganti baju di depanku. Walau dengan gaya yang amat kaku, hingga akhirnya semua selesai juga. Istriku telah memakai pakaian pengantin di luar adat keturunannya. Entah apa yang ia pikirkan setelah memakainya. Tapi tak ada pengelakan untuk semua ini. Aku mencintai dan menyayanginya. Istriku juga mencintai dan menyayangiku. Itu salah satu alasan akhirnya kami akan dipersandingkan di pelaminan yang sudah ada depan kami.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

Wednesday, July 22, 2009

12. MIDNIGHT PERTAMA DI BAWAH ATAP YANG SAMA

Malam itu akhirnya semakin larut. Teman temanku yang sengaja menjengukku di malam inipun sudah pada pulang. Preman preman sekitar rumahku masih nampak asyik mengupas nangka yang sengaja dipersiapkan untuk tambahan gulai buat tamu tamu yang akan berdatangan besok pagi. Entah mereka mengerjakannya dalam keadaan mabuk dengan minuman keras. Saya ragu juga, sebab tadi sekitar jam 9, seorang dari mereka datang meminta uang untuk membeli minuman keras padaku. Tapi saya tidak memberinya. Walaupun begitu, mereka nampak tetap rajin mengerjakan tugas mereka. Mereka nampak ramai bekerja di bawah tenda tempat memasak nasi itu, sambil mendengarkan lagu lagu dari tape recorder yang sengaja disediakan untuk mereka sebagai hiburan malam ini. Mereka selaku preman Jabana (Jahannam Bandit Naingol) memang lebih suka mendengarkan nyanyian disco yang sedang mengalun dari pada suara dikir yang juga terus dimainkan di ruang tamu rumah ayahku. Semua yang hadir di rumahku melakukan apa yang disukainya. Ketika kulihat LEN istriku, ia sudah nampak tidur pulas dengan teman temannya. Dan ketika kulihat ibuku, dia masih asyik ngobrol dengan tamu yang sengaja bermalam karena wedding party kami. Mereka masih nampak tertawa riang di midnight ini. Sementara ayahku masih nampak duduk tegar di tengah tengah pemain dikir undangannya. Ketika kulihat ayahku masih asyik menonton alunan dikir itu, sayapun jadi ikut duduk di sekitarnya beberapa saat lamanya. Kemudian sayapun pergi ke kamar yang biasa kutempati untuk tempat tidur sebelum aku menikah. Ini terakhir kalinya saya tidur di kamar ini. Kutatap artist artis top dunia yang banyak menempel di dinding kamarku, seperti Michael Jackson, Mike Jagger, Michael Bolton, Duran Duran, Tony Braxton, dan juga artist top lainnya. Lama asyik memandangi bintang idolaku itu, matakupun akhirnya terpejam di tidur malamku. Sementara istriku sudah tertidur pulas sejak tadi dikawal oleh gadis gadis dari kampung neneknya. Beginilah suasana malam pesta kami. Kedengaran bìasa saja. Tapi bagiku dan istrikucerita ini amat berharga.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

11. MIE JOMPUT

Ketika malam telah datang, pemain dikir (mardikir) undangan ayahku telah datang untuk memeriahkan malam pesta kami. Dentuman gendang terus berbunyi, senandung lagu lagu pujian terhadap Nabi terus melengking, begitulah suara dikir di malam pesta kami. Tabung gendang yang badannya terbuat dari kayu, alas gendangnya dari kulit kambing dan diikat dengan rotan. Itulah alat pemain pemain dikir itu untuk menyanyikan pujian terhadap Nabi. Suaranya sangat keras. Melengking dan hampir terdengar seperti suara jeritan. Bagi pecandu dikir, mungkin ia akan sangat gembira mendengarnya. Tapi bagi yang tak suka, dikir hanya mungkin akan mengganggu tenangnya malam. Apalagi dikir dalam pesta kami berakhir jam 4 pagi. Tapi tak ada yang bisa menegor atas keberatannya, sebab sudah terbiasa dihadirkan di kota kami pada setiap malam pesta. Begitulah semaraknya malam wedding party kami dengan Len.
Kira kira jam 8 malam di saat nyanyian dikir baru saja dimulai, semua tamu tamu yang telah lebih dahulu datang untuk menghadiri pesta besok nampak masih saling ngobrol. Begitu juga dengan istriku Len dan juga sebagian familynya yang sengaja ikut untuk mengantarkan dia sebagai seorang mempelai wanita. Kulihat dia sedang asyik mengobrol bersama temannya. Aku lalu memanggilnya. Dia datang ke hadapanku. Kutanya apakah ia suka mie. Kalau suka, biar kubelikan saja. Len istriku mengiyakan saja. Dalam moment ini, inilah pertama kalinya saya berdialog tentang makanan dengan istriku. Sebelumnya kalau kami membicarakannya, itu masih dalam masa berpacaran. Tapi sekarang ia telah menjadi ibu rumah tanggaku.
Setelah Len menyetui, saya langsung menyuruh seorang dari karyawan kami untuk membelikannya. Ketika karyawan kami datang, rupanya ia membawa mie dengan porsi tanggung. Namanya Mie Jomput. Maksudnya mie dengan ukuran sejemput saja banyaknya. Mungkin karena ukuran banyaknya yang tanggung itu makanya mie makanan kami disebut Mie Jomput. Inilah kisah malam pesta kami sejak istri saya sudah tinggal seatap denganku.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

Tuesday, July 21, 2009

10. DI RUMAH AYAHKU

Begitu kami tiba di depan rumah ayahku, aku sudah melihat kedua orang tuaku sedang menunggu rombongan kami. Ayah dan ibuku nampak sangat semangat dan gembira. Setelah tinggal satu langkah sebelum sampai ke pavilyun rumah, kami terus disuruh berhenti di atas dua helai kulit batang pisang yang sengaja di taruh di tempat kami berdiri sekarang. Saat berhenti sejenak, bacaan sholawat nabipun dibacakan sekeras kerasnya oleh pemuka agama. Dengan alunan merdu ia membacakannya. Kemudian ayah dan ibuku, begitu juga semua tamu yang sedang menyambut kami segera bersorak mengatakan, 'horas horas horas'. Mereka mengatakannya sambil menyiramkan biji beras ke atas kami. Begitulah disorakkan kata horas dan kami disiram dengan beras hampir segenggam setiap orangnya. Lalu dengan ucapan basmalah kami melangkahkan kaki kanan untuk masuk ke rumah ayahku.
Begitulah ketika kami masuk ke rumah. Inilah pertama kalinya Len masuk ke rumah kami. Belum pernah sebelumnya. Dulu kalau saya tahu bahwa dia yang akan menjadi istriku, saya akan memperkenalkannya pada ibuku. Tapi sayang, kalau ia ada di kotaku pada masa itu, saya belum tahu kalau perkawinan ini harus terjadi. Memang dari sejak jumpa pertama dengan dia, saya sudah selalu menyayanginya. Tapi saya benar benar tak tahu bahwa dialah yang ditakdirkan Yang Kuasa untuk jadi ibu dari anak anakku. Dialah rupanya yang diperuntukkan Tuhan untuk menjadi istriku. Itulah yang menyebabkan baru kali ini ia masuk ke rumah ayahku. Tapi begitu ia masuk, ia bukan lagi sebagai pacarku. Tapi sebagai permaisuriku.
Setelah sampai ke dalam rumah, petugas agama lalu membaca do'a agama.
Suasana ruangan di tempat kami didoakan juga sudah didekorasi sedemikian rupa. Sebab besok akan diadakan pesta pernikahan kami di rumah ayahku. Kalau pesta tadi di rumah mertuaku, tapi besok gilirannya di rumah ayahku. Sesudah do'a selesai dibacakan, kamipun istirahat ke lantai dua rumah ayahku. Sebab mereka sudah yakin bahwa kami sangat lelah dalam perjalanan jauh tadi. Kami segera memasuki ruangan kamar tempat tidurku selama ini.
Akhir akhir ini memang saya tinggal bersama ayah karena kondisi kesehatannya yang sudah mulai menurun. Itu makanya saya katakan di samping kamarku yang biasa.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

9. SAMBUTAN HANGAT SAUDARAKU

Kira kira seratus meter sebelum sampai ke rumah ayahku, mobil kamipun berhenti. Orang orang yang ada di rumah ayahku segera mengetahui satu persatu tentang kedatangan kami. Mereka segera lari dan berhamburan menuju mobil kami. Semua saudaraku juga segera berlari mendapatkan kami, begitu juga dengan anak anak gadis yang sudah ditugaskan untuk bernyanyi sambil mengiringi kedatangan kami. Kejadian itu sekitar 15 menit lagi sebelum matahari terbenam di dunia barat.
kedua kakakku segera mendapatkan istriku. Mereka terus menggandeng tangan istriku dari kedua sisi. Kakakku yang bungsu dari sebelah kanan istriku, sementara kakakku yang sulung dari sebelah kirinya. Alangkah bahagianya hatiku melihat kenyataan ini. Alangkah bahagianya aku melihat kedua kakakku menyambut kedatangan kami, menyambut dan menerima istriku untuk menjadi anggota keluarga kami. Saya senang melihat keakuran dan keakraban ini.
Semoga keharmonisan ini akan berlanjut untuk seterusnya.
Setelah kedua kakakku telah mengambil alih istriku dari yang menggandeng sebelumnya, abangkupun datang. Dia serta merta melakukan penggandengan dari sebelah kiriku. Sedang di sebelah kananku ada Mansur family dari garis keturunan ibuku. Kami mulai melangkah perlahan lahan. Gadis gadis yang biasa bernyanyi bila ada perkawinan juga sudah asyik melagukan lagu lagu perkawinan. Kami telah disambut dengan adat setempat. Bukan adat dan budaya orang tuaku. Sebab yang menerima kami adalah orang orang sekitar rumah kami yang dengan suka rela membantu akan terlaksananya pula pesta di rumah ayahku. Sekarang pesta di rumah ayah mertuaku sudah berlalu. Kami akan menuju rumah ayahku. Yang rencananya besok akan diadakan pula pesta disini. Kami terus berjalan beriringan perlahan lahan. Seiring lagu lagu perkawinan yang sedang mengalun. Kini kami akan sampai di rumah ayahku. Di rumah tempat ayah, ibu dan seluruh family yang sedang menunggu kedatangan kami. Menunggu menantu ayah dan ibuku, yaitu LEN istriku.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

8. TUGU KEBERSAMAAN

Berangkat sudah kami menempuh hidup baru. Berangkat sudah ke dunia baru yang mudah mudahan akan diridhoi Tuhan selalu. Berakhir sudah masa berpacaran. Kisah cinta di bukit berbunga tinggal cerita cinta yang perlu kami ingat bersama. Tak akan pernah lagi kami ke tempat itu. Ke tempat bukit indah berbunga yang cukup menyenangkan. Ke sana aku mengajaknya. Bermain bersama, memadu kasih, sekarang sudah berlalu. Semua tempat tempat memadu kasih sudah tinggal kenangan. Semoga kenangan ini akan menjadi perisai buat cinta kami. Susahnya melabuhkan cinta kami ke tepian karena banyaknya tantangan. Semoga semua ini akan menjadi tugu kebersamaan kami untuk tidak pernah saling membenci. Hari ini LEN sudah menjadi milikku dunia akhirat. Kini ia ada di sampingku. Duduk menggendong ayam kampung betina sesuai adat yang berlaku di keluarganya. Hari ini kami sudah di perjalanan. Menuju rumah tangga baru yang semoga tidak ada duka. Semoga bila ada pertengkaran di kemudian hari, aku dan dia akan selalu mengingat cinta kasih kami. Cinta semasa belum menikah. Semoga kenangan indah itu akan menjadi kenangan. Semoga tantangan keras orang tuanya akan selalu membuat kami selalu bersyukur karena Tuhan ternyata memihak pada kami.
Roda terus berputar, tiba tiba ayam hidup yang digendong istriku mau meronta. Istriku merasa kegelian. Iapun hampir melompat dari tempat duduknya. Untunglah saya berani memegang ayam itu. Kebetulan pula ada family kami yang bersedia memegang ayam itu. Lalu ayam itupun segera dititipkan pada family kami yang duduk di jok belakang mobil kami. Sejak itu perjalanan mulus terus. Tak ada kendala yang datang menghadang. Semoga beginilah rumah tanggaku dan LEN untuk selama lamanya. Semoga tak ada kata berpisah di antara kami, kecuali harus mautlah yang akan merenggut kebersamaan ini. Akupun ingin bila bukan hanya di dunia ini LEN menjadi milikku. Aku juga ingin menjadi suaminya kelak di sorga. Ya, aku ingin memperistri LEN di surga nantinya. Aku ingin melindungi dan menyayanginya di sepanjang kehidupan ini. Begitu juga di tempat setelah pergi dari dunia ini. Semoga istri saya juga akan bertekad begitu. Begitulah perjalanan dari kampung asal istriku menuju kota kediaman orang tuaku.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

Monday, July 20, 2009

7. SAMPAI JUMPA LAGI

Setelah keluarga Len selesai menyerahkan Len padaku, usailah acara wedding party di rumahnya. Satu persatu kami yang serombongan mulai masuk ke
Dalam mobil. Kebetulan saya dan Len dipersilahkan duduk di mobil paling depan dan juga bangku depan. Saya duduk dekat sopir yang kebetulan abang besanku. Sementara di sebelah kiri atau di dekat pintu adalah istriku.
Di saat akan menaiki mobil, istriku diberi seekor ayam betina dan sehelai selendang Ulos Batak. Dia nampak kegelian melihat ayam itu, tapi mesti begitu, secara adat dia harus menggendong ayam itu. Dia mengatakan bahwa ia tak berani menggendong ayam, tapi ibu dan neneknya memaksa. Katanya itu agar cepat mendapat momongan. Meski tak berani, ia terpaksa menggendong ayam itu sebagai persaratan adat. Melihat betapa tak karuannya istriku menggendong ayam itu karena takutnya, saya jadi ketawa melihatnya sehingga istriku juga akhirnya tertawa dalam suasana itu. Saya jadi tersenyum melihat istriku pada saat itu. Ya, apa boleh buat. Memang itulah budaya dalam keluarga mereka.
Di saat mobil belum berangkat, anak anak di bawah umurpun banyak berdatangan melepas kepergian kami. Suasana ribut anak anak membuat telingaku merasa ribut. Yah, begitulah memang di kampung asal istriku. Bahkan yang lebih lucu, anak anak kecil itu banyak yang bersorak mengatakan 'korslet'. Maksudnya korsleting. Berulang kali anak anak itu mengatakan satu kata itu pada kami. Mereka pasti berpikir ke arah yang negative. Tapi apa mau dikata. Mereka masih terlalu muda untuk dimarahi. Lagi pula mungkin ini sudah menjadi satu kebiasaan di kampung nenek istriku. Selama mobil menunggu, selama itulah anak anak memperolok olokkan kami. Akhirnya saya tak memperdulikan mereka. Mereka memang pasti membayangkan yang bukan bukan. Dasar masih anak anak.
Setelah semua persiapan telah selesai. Mobil pengantinpun sudah akan berangkat. Dari wajah istriku yang ada di antara merasa lucu dan sedih, kamipun mulai berangkat. Kutatap wajah kedua mertuaku yang nampak sedih melepaskan anaknya. Tapi saya tak merasa terharu lagi, sebab aku membawa Len hanya untuk saya sayangi dan saya cintai. Sampai jumpa lagi dengan semua.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

6. SEANDAINYA AKU TAHU

Setelah aku selesai berjabatan tangan dengan semua. Termasuk kedua mertuaku. Saya berdiri saja menunggu istriku selesai berjabatan tangan dan minta izin pada kedua orang tuanya atau mertuaku. Ketika Len dipeluk ayahnya, aku mulai melihat wajah Len mulai memerah. Rona merah di wajahnya nampak jelas karena istriku memang sangat putih.
Ketika Len menjabat tangan ibunya, lalu meledaklah tangisnya dengan sekeras kerasnya. Aku yakin dari sejak selesai acara menasehati, ia sudah merasa perpisahan dengan kedua orang tuanya semakin dekat. Dan ketika di depan ibunya saat ini, ia menangis sepuas puasnya. Len memeluk ibunya dengan seerat eratnya. Banyak orang yang terharu melihatnya. Semua orang maklum karena ini merupakan kali terakhir bersama ayah dan ibunya. Isak tangis sama sama ada pada mertuaku dan istriku. Mertuaku mungkin bersedih melepas kepergian anaknya.
Begitu istri saya Len, mungkin ia merasa sedih dengan perpisahan dengan orang tuanya, mungkin ia takut akan pergi bersama suaminya ke dalam keluarga suaminya yang sama sekali belum dikenalnya dengan baik. Hanya kemungkinan saja saya tulis. Sayapun tak tahu dengan sebenarnya kenapa istriku menangis saat kepergian kami ini. Sekali lagi hanya kemungkinan saja. Memang sayapun tak punya kesempatan untuk bertanya. Andainya saya bisa bertanya, saya akan menjawabnya. Saya akan menjawab keraguannya. Saya tak ingin
bila istriku menangis. Saya mencintainya. Saya menyayanginya. Saya tak ingin istriku bersedih. Tapi sayang, saya tak punya waktu untuk bertanya. Saya hanya melihat suasana kesedihan itu perlahan harus berlalu karena jalannya waktu. Akhirnya saya membiarkannya menangis. Tak ada yang bisa kulakukan. Toh aku tahu bahwa aku mencintainya. Aku mengajaknya untuk hidup bersama untuk membangun rumah tangga. Aku akan melindunginya penuh cinta. Aku menyerahkan hidupku padanya. Aku menerimanya apa adanya. Kurasa itu sudah cukup sebagai alasan bahwa aku menyayanginya dengan sepenuh hati.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

5. PENYERAHAN

Sangat banyak yang mereka nasehatkan kepadaku dan Len. Dalam acara nasehat atau hata hata itu, penasehat mengatakan bahwa mulai hari ini, nyali atau tondi dari Len sudah diserahkan pada saya. Hidupnya seluruhnya sudah diserahkan pada saya. Manakala Len kurang pandai, saya diharap mengajari Len. Mana yang salah diharap dinasehati. Jika terjadi pertengkaran, Len jangan lagi mengadu ke keluarga Len, tapi mengadulah ke orang tua suaminya atau juga family suaminya. Begitu juga nasehat yang ditujukan pada saya. Tak kusangka sampai sejauh ini nasehatnya. Aku tahu bahwa Len sudah menjadi istriku, tapi aku tidak tahu bahwa penyerahannya sejauh itu. Kini jiwa raga Len sudah menjadi milikku. Terharu sekali saya mendengar semua ini. Tapi memang begitulah adat dan agama yang berlaku. Waktu terus berlalu. Akhirnya pemberian nasehatpun selesai. Barang barang Lenpun mulai diangkat satu persatu ke dalam mobil kami. Lalu ketika kami akan berangkat dari rumah nenek Len, saya terus pamit pada kedua mertuaku. Disini mertuaku menyerahkan Len sepenuhnya padaku secara langsung. Ia begitu terharu. Kulihat dari raut wajahnya. Mertuaku yang perempuan juga begitu. Ia menyerahkan putrinya Len sepenuhnya padaku. Ia berharap agar aku menjaga dan menyayangi Len sebaik baiknya. Sayapun menerima segala penyerahan ini. Memang sebagai seorang suami, sayalah yang harus menjaga dan membimbing Len. Semua nasehat ini akan
Saya ingat. Semua penyerahan ini akan saya gunakan sebagai alat agar aku membimbing istriku dengan penuh cinta. Semoga istriku seorang yang mau mengerti aku untuk selamanya. Semoga semua akan selalu indah seperti saat kami berpacaran, saling membutuhkan dan saling merindukan. Aku mencintai Len. Len mencintai aku. Itulah awal semua ini terjadi. Kami berdua tak mau berpisah, inilah yang menyebabkan akhirnya aku dan Len sudah menjadi suami istri. Dan penyerahan ini terjadi karena kami akan pergi. Len akan bersamaku seterusnya. Semoga rumah tangga kami menjadi keluarga bahagia, Sakinah, mawaddah dan warohmah.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

4. PAKAIAN DALAM PERKAWINAN KAMI

Seusai pesta, LEN sudah boleh meninggalkan pelaminan. Sayapun segera dipanggil mertuaku untuk diperkenalkan pada banyak family istriku. Mertuaku memperkenalkan saudara saudaranya. Begitu ramainya. Apalagi ia memperkenalkan saudaranya yang kandung maupun yang sepupu. Satu persatu kujabat tangannya. Kutatap wajahnya satu persatu karena aku memang ingin mengenal keluarga istriku lebih jauh. Saya terharu betapa mereka menghargaiku. Mungkin mereka senang karena mereka telah mendapat family baru. Sayapun begitu. Apalagi kami adalah keluarga yang suka mengembara, tak punya banyak family di kota kediaman kami. Jadi senang rasanya karena baru mendapat tambahan family baru.
Seusai perkenalan dengan semua family LEN itu, saya diberi waktu sejenak untuk istirahat. Tak lama kemudian, saya dan LEN pun sudah disuruh untuk duduk berdua kembali di ruang tamu. Tapi tidak lagi di atas pelaminan seperti tadi. Len yang lebih dulu duduk menunggu. Saya datang menyusul kemudian. Ketika Saya mendekati LEN, saya melihat bahwa busana budaya yang ia pakai sudah diganti dengan busana Arabia. Sama seperti saya. Saya juga telah disuruh mengganti pakaian saya menjadi pakaian Arab. Saya memakai jubah, serban dan egal. Len istri saya juga memakai busana muslimah Arabia. Dia nampak sangat manis dengan busana itu. Betapa maha terpujinya Tuhan telah memberikan aku pasangan hidup seperti dia. Saya disuruh duduk disampingnya. Kami duduk bergandengan di depan pengurus pengurus adat untuk dinasehati. Tak kusangka acaranya begitu lama. Hampir semua orang yang hadir di tempat itu punya kewajiban untuk memberi kami nasehat. Mulai dari nasehat berbau agama hingga berbau adat. Satu persatu kudengarkan, kuhayati, memang semua yang mereka katakan seluruhnya benar. Tujuannya agar aku dan LEN saling memghormati, menyayangi, mencintai dan saling mengalah. Saya hanya merasa bosan dengan lambatnya waktu agar semua nasehat selesai mereka sampaikan. Kalau intinya benar semua. Mereka ingin agar aku menyayangi LEN. Yah, tanpa mereka katakanpun aku menyayanginya. Aku telah memilihnya sebagai teman hidupku. Sebagai ibu dari anak anakku nantinya. Aku telah mencintai dan menyayangi LEN sebelum mereka mengatakan semua ini.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

3. BUDAYA KELUARGA ISTRIKU

Dalam duduk bersanding di rumah nenek istriku memang benar benar capek juga. Tapi memang begitulah peraturan budaya yang ada. Para tamu mertuaku berdatangan silih berganti. Mereka datang turut mendoakan agar perkawinanku dengan LEN menjadi perkawinan yang abadi dan perkawinan yang diridoi Pencipta Alam. Para family keluarga istriku berdatangan meramaikan suasana. Mereka bernyanyi menghidupkan suasana yang sudah lebih dahulu diliputi kebahagiaan. Saya dan LEN hanya mendengarkan. Tak ada yang saya kenal lagu lagu yang mereka alunkan. Tapi saya mendengar saja dengan serius. Mendengar sambil menjadi raja sehari, duduk di tempat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Duduk dengan kursi empuk yang dirancang untuk tempat saya dan LEN duduk bersanding berduaan. Duduk ditemani masing masing pengawal. Istriku LEN dikawal oleh seorang familynya. Sementara saya duduk dikawal oleh seorang bernama mansur, yang masih merupakan keluarga dekat dari pihak ibuku. Mereka turut serta membuktikan bahwa kami adalah raja sehari.
pada siang harinya, ada lagi yang namanya ambat ambat anak boru dalam adat kelurga mertuaku. Saya dipanggil keluar rumah oleh beberapa pemuda. Rupanya dalam adat mereka ada adat ambat ambat. Katanya istri saya seharusnya menjadi istri anak boru. Bukan istri saya. Jadi saya sudah mengambil hak mereka. Jadi pihak anak boru itu datang untuk minta tebusan uang dari saya. Tapi mereka tidak susah diajak kompromi. Rupanya mertuaku sudah memohon agar mereka hanya minta tebusan ala kadar saja. Katanya merekalah yang menjaga LEN selama ini. Jadi merekapun minta ganti rugi pada saya. Inilah yang katanya ambat ambat anak boru. Saya lalu membayarnya agar semua urusan bisa selesai dengan cepat. Mulanya saya heran. Kenapa LEN seharusnya menjadi milik mereka. Len adalah milikku. Dia rela melakukan segalanya untukku. Kenapa saya harus menebus istriku sendiri. Tapi karena mereka mengatakan begitulah peraraturan adat. Saya melakukannya juga untuk menghormati budaya istri dan mertuaku. Begitulah suasana pesta di rumah neneknya istriku. Semua berjalan lancar dan mulus. Semulus rasa bangga istriku yang terus duduk mendampingiku di pelaminan itu.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

Sunday, July 19, 2009

2. WEDDING PARTY

Pada keesokan harinya, tiba pulalah pesta perkawinan saya dengan LEN di kampung asalnya. Kebetulan kami selaku rombongan pengantin laki laki agak telat sampai ke kampung asal mertuaku. Yaitu kampung asal yang tidak pernah kulaui semur hidupku. Baru semalam saya menginjakkan kaki di kampung itu. Yaitu dalam rangka acara pernikahanku dengan LEN. Dan berselang beberapa jam, inilah kali yang kedua. Yaitu untuk disandingkan dengan istriku. Camera camera tak tinggal diam mengabadikan persandingan kami. Selesailah sudah masa masa lajang. Selesailah sudah cerita cerita cinta berpacaran dengan siapapun. Len telah merangkulkan hidupnya dipundakku. Dia yang duduk di sampingku di pelaminan berdekorasi indah itu, akan ikut bersamaku nanti untuk selamanya. Sesekali aku menatap wajahnya. Aku sering bergumam dalam hati, rupanya dialah istriku. Kenapa Tuhan tidak mempertemukan aku dengan dia? Kenapa baru beberapa bulan yang lalu aku mengenalnya. Tapi aku memgambil kesimpulan saja. Mungkin inilah yang terbaik bagi kami. Mungkin jika dua tahun yang lalu aku mengenalnya, barangkali selama dua tahun pulalah aku selalu rindu ingin selalu bersamanya. Padahal urusan jodoh adalah urusan Yang Kuasa. waktu terus berjalan dalam acara wedding party itu. Ia terus mengenakan busana adat yang berlaku bagi adat keluargaku. Sementara aku juga sudah memakai pakaian adat perkawinan yang mereka sediakan. Kami disandingkan dengan busana adat keluarga istriku. Dalam acara ini, kami juga disuruh untuk memakan sebuah telur. Saya yang memakan lebih dahulu. Sisa telor makananku lalu dimakan LEN pula. Begitulah adat yang berlaku di keluarganya. Saya hanya mengikuti saja. Meskipun begitu, masih sangat banyak kejanggalan yang diperbuat keluargaku. Tapi mertuaku dan familinya sudah maklum. Mereka tidak mempersulit kami lagi dengan adat budaya yang Yang tidak kami mengerti. Semua berjalan baik dalam pesta itu. Mana yang tidak kumengerti, mereka mengajarinya, mana persyaratan yang kurang, terus mereka cari solusioya. Begitulah acara pernikahan dan pesta perkawinan kami. Semuanya berjalan atas banyaknya ketidak mengertian kami dan selesai atas ketulusan dan atas mengertinya mertuaku karena kami benar benar berada pada posisi adat dan budaya yang berbeda.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

1. MALAM INI LEN RESMI JADI ISTRIKU

Setelah dilakukannya acara peletakan mahar, saya dan LEN hanya menunggu beberapa hari lagi untuk melaksanakan perkawinan. Saya pada waktu itu yang tak seberapa tahu tentang hukum agama yang saya anut, terpaksa belajar lagi karena nanti pada pelaksanaan pernikahan akan ada acara tanya jawab hukum agama. Saya terpaksa bertanya pada P3N di daerahku, kira kira apa nanti yang akan ditanya. Petugas itupun berbaik hati, ia mau mengajariku kira kira apa yang mau ditanya, dan bahkan ia menulis sepucuk surat untuk P3N setempat agar ia menanya hukum agama yang sudah saya tahu.
Begitulah hari berlalu, waktu yang ditunggupun akhirnya sampai juga. Saya bersama kedua orang tua saya, begitu juga dengan temanku Cudin dan Marwan segera pergi ke kampung asal mertuaku. Memang begitulah perencanaan pesta mertuaku. Rupanya karena ayah dari mertuaku masih hidup, ia meminta agar acara wedding party kami dilangsungkan di kampung asal mertuaku. Kejadian ini berlaku pada 24 mei 1995. Inilah merupakan hari pernikahanku dengan istri tercinta. Akad nikah ini akhirnya terjadi. Mertuaku mengucapkan ijab dan saya menjawab dengan kabul. Maka mulai saat ini, resmilah LEN sebagai istriku. Dialah rupanya yang diciptakan Tuhan sebagai pasanganku di hidup ini. Malam ini kutatap wajahnya. Begitu manis dan lugu. Sinar accesories memancar dari dahinya. Ia memakai baju hitam berkain merah malam ini. Kutatap wajahnya penuh cinta di malam ini. Kami hanya sebentar saja duduk di ruang tamu. Tepat di tengah tengah tamu keluarga mertua. Inilah rupanya akhir dari percintaan kami. Begitu para saksi mengakui syahnya ijab kabul pernikahan kami, lalu mulai detik ini, saya tidak lagi sendiri. Len pun sudah tak sendiri lagi. Dia sudah resmi menjadi milikku dunia dan akhirat. Saya benar benar tidak menyangka bahwa saya sudah resmi menjadi suaminya. Alangkah kuasanya Tuhan membuat semua ini terjadi. Kami yang tinggal berjauhan, kini sudah menjadi saling memiliki.
setelah semua acara selesai, sayapun bersalaman dengan semua tamu. Termasuk berjabatan tangan dengan LEN yang sekarang sudah menjadi istriku. Bahkan yang lebih membuat saya tersentak, ketika familyku mengatakan disaat kami akan pergi, agar aku memberi uang sebagai belanja istriku. Sebab sekarang LEN bukan lagi tanggungan orang tuanya. Dia sudah menjadi tanggung jawabku karena dia sudah resmi menjadi istriku.
Rupanya aku sudah jadi miliknya
By:
40 Hari Di Tanah Suci

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI:
1. Malam ini LEN resmi jadi istriku.
2. Wedding party.
3. Budaya keluarga istriku.
4. Pakaian dalam perkawinan kami.
5. Penyerahan.
6. Seandainya aku tahu.
7. Sampai jumpa lagi.
8. Tugu kebersamaan.
9. Sambutan hangat saudaraku.
10. Di rumah ayahku.
11. Mie jomput.
12. Midnight pertama di bawah atap yang sama.
13. Busana pengantin budaya ayahku.
14. Pemberian gelar.
15. Bersanding di pelaminan.
16. Gambar apengantin.
17. Pengantin baru.
18. Menyanyikan lagu IWAN FALS.
19. Tembang When I need you.
20. Di penghujung pesta.
21. Selamat datang hari esok.


Oleh penulis buku pengalaman haji: 40 HARI DI TANAH SUCI.

STORY OF FAMILY

Selamat datang di halaman saya.
Halaman ini saya cipta hanya karena hobby menulis yang berlebihan. Walaupun saya bukan penulis yang cukup handal di SUMATERA UTARA. Blog ini saya khususkan untuk menulis kisah saya dan istri ketika berada dalam fase perkawinan. Kutulis sekitar 15 tahun setelah perkawinan kami terjadi. Kucipta semua ini hanyalah sebagai kenang kenangan buatku dan istri saya tercinta, dan juga buat teman teman yang berminat untuk mengetahui lebih jauh. Semoga halaman ini berguna untuk teman teman pembaca.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you