Monday, July 20, 2009

3. BUDAYA KELUARGA ISTRIKU

Dalam duduk bersanding di rumah nenek istriku memang benar benar capek juga. Tapi memang begitulah peraturan budaya yang ada. Para tamu mertuaku berdatangan silih berganti. Mereka datang turut mendoakan agar perkawinanku dengan LEN menjadi perkawinan yang abadi dan perkawinan yang diridoi Pencipta Alam. Para family keluarga istriku berdatangan meramaikan suasana. Mereka bernyanyi menghidupkan suasana yang sudah lebih dahulu diliputi kebahagiaan. Saya dan LEN hanya mendengarkan. Tak ada yang saya kenal lagu lagu yang mereka alunkan. Tapi saya mendengar saja dengan serius. Mendengar sambil menjadi raja sehari, duduk di tempat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Duduk dengan kursi empuk yang dirancang untuk tempat saya dan LEN duduk bersanding berduaan. Duduk ditemani masing masing pengawal. Istriku LEN dikawal oleh seorang familynya. Sementara saya duduk dikawal oleh seorang bernama mansur, yang masih merupakan keluarga dekat dari pihak ibuku. Mereka turut serta membuktikan bahwa kami adalah raja sehari.
pada siang harinya, ada lagi yang namanya ambat ambat anak boru dalam adat kelurga mertuaku. Saya dipanggil keluar rumah oleh beberapa pemuda. Rupanya dalam adat mereka ada adat ambat ambat. Katanya istri saya seharusnya menjadi istri anak boru. Bukan istri saya. Jadi saya sudah mengambil hak mereka. Jadi pihak anak boru itu datang untuk minta tebusan uang dari saya. Tapi mereka tidak susah diajak kompromi. Rupanya mertuaku sudah memohon agar mereka hanya minta tebusan ala kadar saja. Katanya merekalah yang menjaga LEN selama ini. Jadi merekapun minta ganti rugi pada saya. Inilah yang katanya ambat ambat anak boru. Saya lalu membayarnya agar semua urusan bisa selesai dengan cepat. Mulanya saya heran. Kenapa LEN seharusnya menjadi milik mereka. Len adalah milikku. Dia rela melakukan segalanya untukku. Kenapa saya harus menebus istriku sendiri. Tapi karena mereka mengatakan begitulah peraraturan adat. Saya melakukannya juga untuk menghormati budaya istri dan mertuaku. Begitulah suasana pesta di rumah neneknya istriku. Semua berjalan lancar dan mulus. Semulus rasa bangga istriku yang terus duduk mendampingiku di pelaminan itu.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

No comments:

Post a Comment