Thursday, July 23, 2009

13. BUSANA PENGANTIN BUDAYA AYAHKU

Setelah bangun pada keesokan harinya, tibalah kembali saatnya aku dan LEN untuk memakai pakaian adat perkawinan. Kali ini kami memakai pakaian dari budaya ayahku. Memang dalam perkawinan kami tak ada patokan adat budaya yang tetap dan tepat. Disatu sisi ayahku menjalankan adat dan budayanya. Disatu sisi ibukupun menjalankan adat dan budayanya yang berbeda dengan ayahku. Yah begitulah adanya. Memang dulupun perkawinan kedua orang tuaku juga merupakan perkawinan lintas budaya. Tapi perkawinan mereka tetap abadi selama lamanya. Jadi mungkin itu yang menyebabkan perkawinan kami dibuat dengan budaya campuran begini.
Di saat memakai pakaian adat ini, saya dihias oleh tata rias yang sesuku dengan ayahku. Aku dan istriku dihias di kamar ayah dan ibuku. Malu nampaknya istriku kalau harus berhias dan ganti pakaian di kamar ibuku. Apalagi di depan family family kami yang sempat mendapat izin untuk masuk ke kamar orang tuaku. Tapi ia mesti menjalaninya walau merasa malu. ia tak bisa menolak untuk menganti pakaian di depan family saya yang memang semuanya berjenis kelamin perempuan. Aku sempat mendengar keluhannya. Tapi tetap saja ia harus mengubah sikapnya di hari ini menjadi leb4 akrab dengan yang agagk berbeda dengannya. Mulanya aku merasa kasihan, tapi karena aku mencintainya, aku akhirnya berpendapat bahwa itu sesuatu yang wajar. Meski tak wajar pada kebiasaan istriku. Semua akhirnya berlalu. Saya akhirnya telah memakai baju pengantin merah bercampur keemasan. Topi yang kupakai berwarna emas. Serupa benar semuanya dengan baju Datuk Maringgih ketika mengawini Siti Nurbaya dalam film percintaan kasih tak sampai, Siti Nurbaya. Tapi aku tak serupa Datuk Maringgih. Dia berbudaya Minang tulen, sememtara aku sendiri sudah berdarah campuran.
istrikupun akhirnya berganti baju di depanku. Walau dengan gaya yang amat kaku, hingga akhirnya semua selesai juga. Istriku telah memakai pakaian pengantin di luar adat keturunannya. Entah apa yang ia pikirkan setelah memakainya. Tapi tak ada pengelakan untuk semua ini. Aku mencintai dan menyayanginya. Istriku juga mencintai dan menyayangiku. Itu salah satu alasan akhirnya kami akan dipersandingkan di pelaminan yang sudah ada depan kami.
By writer of Hajji Book:
40 Hari Di Tanah Suci
Thank you

No comments:

Post a Comment